Beranda | Artikel
10 Kaidah dalam Mensucikan Jiwa (Bag. 12): Nasihat Ulama Salaf Tentang Penyucian Jiwa
Minggu, 6 Januari 2019

Baca pembahasan sebelumnya 10 Kaidah dalam Menyucikan Jiwa (Bag. 11): Mengenali Hakikat Jiwa

Penutup: Perkataan para salaf dalam bab pensucian jiwa

Setelah menjelaskan kaidah-kaidah yang dapat membantu seorang hamba dalam membersihkan dan menyucikan jiwa, nampak secara jelas kebutuhan hamba untuk mengintrospeksi diri selama masih berada di dunia, yang merupakan negeri fana dan tempat untuk beramal, sebelum hamba berdiri di hadapan Allah Ta’ala pada hari kiamat, yang apabila dia lalai memperbaiki diri, niscaya hal itulah yang menjadi sebab kebinasaannya.

Dulu, para salafus shalih telah memperingatkan dan mewasiatkan manusia betapa pentingnya menyucikan dan memperbaiki jiwa sebelum terlambat dan tak ada lagi kesempatan. Di akhir risalah ini, kami mengutip sebagian wasiat salafush shalih yang tercakup dalam topik ini, terutama wasiat keempat Khulafaur Rasyidin.

Baca Juga: Keteladanan Ulama Salaf Dalam Bersegera Melaksanakan Shalat Berjama’ah

Khalifah Ar-Rasyid yang pertama, Abu Bakr Ash-Shiddiq radhiyallahu Ta’ala ‘anhu berkata,

اعْلَمُوا عِبَادَ اللَّهِ أَنَّكُمْ تَغْدُونَ وَتَرُوحُونَ فِي أَجَلٍ قَدْ غُيِّبَ عَنْكُمْ عِلْمُهُ , فَإِنِ اسْتَطَعْتُمْ أَنْ تَنْقَضِيَ الْآجَالُ وَأَنْتُمْ فِي عَمَلِ اللَّهِ فَافْعَلُوا , وَلَنْ تَسْتَطِيعُوا ذَلِكَ إِلَّا بِاللَّهِ , فَسَابِقُوا فِي مَهَلٍ آجَالَكُمْ قَبْلَ أَنْ تَنْقَضِيَ آجَالُكُمْ فَيَرُدَّكُمْ إِلَى أَسْوَأِ أَعْمَالِكُمْ , فَإِنَّ أَقْوَامًا جَعَلُوا آجَالَهُمْ لِغَيْرِهِمْ وَنَسُوا أَنْفُسَهُمْ فَأَنْهَاكُمْ أَنْ تَكُونُوا أَمْثَالَهُمْ فَالْوَحَاءَ الْوَحَاءَ، وَالنَّجَاءَ النَّجَاءَ , فَإِنَّ وَرَاءَكُمْ طَالِبًا حَثِيثًا مَرُّهُ سَرِيعٌ

“Ketahuilah wahai hamba Allah, sesungguhnya kalian memasuki waktu pagi dan sore, berada pada batas ajal yang tidak terjangkau oleh pengetahuan kalian. Jika kalian mampu untuk menghabiskan batas ajal tersebut dalam keadaan beribadah kepada Allah, maka lakukanlah. Dan kalian tidak akan sanggup melakukannya kecuali dengan adanya pertolongan Allah. Karena itu bergegaslah beramal sebelum tiba ajal kalian, lalu dia mengembalikan kalian kepada amal-amal kalian yang paling buruk. Karena ada suatu kaum yang menyerahkan ajal mereka kepada orang lain, dan mereka lupa akan diri mereka sendiri. Maka, aku melarang kalian untuk menjadi seperti mereka. Sesungguhnya di belakang kalian ada pengejar yang tangkas, dan bergerak begitu cepat (baca: kematian).”(Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dalam Al-Mushannaf no. 35572)

Khalifah Ar-Rasyid yang ke dua, ‘Umar bin Khaththab radhiyallahu Ta’ala ‘anhu berkata,

حَاسِبُوا أَنْفُسَكُمْ قَبْلَ أَنْ تُحَاسَبُوا وَزِنُوا أَنْفُسَكُمْ قَبْلَ أَنْ تُوزَنُوا وَتَزَيَّنُوا لِلْعَرْضِ الْأَكْبَرِ , يَوْمَ تُعْرَضُونَ لَا تَخْفَى مِنْكُمْ خَافِيَةٌ

“Hisablah diri kalian sebelum kalian dihisab (pada hari kiamat). Timbanglah amal kalian sebelum ditimbang (pada hari kiamat). Bersiaplah untuk tujuan yang agung, yaitu hari di mana tidak ada perkara samar yang tersembunyi.” (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dalam Al-Mushannaf no. 35600)

Baca Juga: Para Ulama Salaf Mendahulukan Ilmu Daripada Makan Dan Minum

Khalifah Ar-rasyid yang ke tiga, ‘Utsman bin ‘Affan radhiyallahu Ta’ala ‘anhu berkata,

“Wahai keturunan Adam, ketahuilah bahwa malaikat maut yang ditugaskan kepadamu senantiasa mengintaimu dan meninggalkan orang lain sejak kamu berada di dunia. Seolah-olah dia berpaling dari orang lain dan menuju kepadamu. Maka waspadalah, siapkan dirimu dan jangan lalai. Karena sesungguhnya malaikat maut tidak pernah lalai darimu.

Ketahuilah wahai keturunan Adam, jika engkau lalai dari dirimu sendiri dan tidak membekali diri, orang lain tidak akan menyiapkan perbelakan bagi jiwamu, dan pasti akan ada pertemuan dengan Allah Ta’ala. Maka, persiapkanlah bekal bagi dirimu sendiri dan jangan menyerahkannya kepada orang lain.” (Diriwayatkan oleh Abu Bakr Ad-Dainuri dalam Al-Majaalis wal Jawaahir no. 207)

Khalifah Ar-rasyid yang ke empat, ‘Ali bin Abi Thalib radhiyallahu Ta’ala ‘anhu berkata,

“Wahai manusia, yang paling aku takutkan atas kalian adalah panjang angan-angan dan mengikuti hawa nafsu. Panjang angan-angan akan melalaikan kalian dari akhirat. Sedangkan mengikuti hawa nafsu akan menyesatkan kalian dari kebenaran.

Ketahuilah, bahwa dunia telah berlalu di belakang, sedangkan akhirat ada di depan. Dan keduanya (dunia dan akhirat), memiliki anak. Jadilah anak-anak akhirat, dan jangan menjadi anak-anak dunia. Karena sesungguhnya di hari ini (di dunia) adalah waktu beramal dan tidak ada hisab. Sedangkan hari esok (di akhirat) adalah waktu dihisab dan tidak ada waktu lagi untuk beramal.” (Diriwayatkan oleh Bukhari tanpa sanad dengan shighat jazm [ungkapan tegas] sebelum hadits no. 6417)

Baca Juga: Inilah Semangat Para Ulama Salaf Dalam Menuntut Ilmu

Al-Hasan Al-Bashri rahimahullahu Ta’ala berkata,

“Seorang mukmin adalah pemimpin untuk dirinya sendiri, dia menghisab dirinya sendiri. Pada hari kiamat, hisab itu ringan bagi orang-orang yang menghisab dirinya sendiri ketika di dunia. Dan hisab itu berat bagi orang-orang yang tidak menghisab dirinya di dunia.” (Diriwayatkan oleh Ibnul Mubarak dalam Az-Zuhd no. 307)

Maimun bin Mihran rahimahullahu Ta’ala berkata,

“Seseorang tidak dikatakan bertakwa sampai dia lebih intens mengoreksi diri sendiri, melebihi koreksi seorang terhadap rekan bisnisnya.” (Diriwayatkan oleh Waki’ dalam Az-Zuhd no. 239)

Kondisi ini semakin ditekankan pada zaman ini dimana banyak terjadi fitnah dan berbagai hal yang memalingkan seseorang dari kebenaran, selain banyaknya kejelekan yang membujuk jiwa untuk melakukan dan menghias-hiasi kebatilan.

‘Abdullah bin Mubarak rahimahullahu Ta’ala, salah seorang ulama tabi’in yang mulia, berkata pada zaman beliau,

إِنَّ الصَّالِحِينَ فِيمَا مَضَى كَانَتْ أَنْفُسُهُمْ تُوَاتِيهِمْ عَلَى الْخَيْرِ عَفْوًا وَإِنَّ أَنْفُسَنَا لَا تَكَادُ تُوَاتِينَا إِلا عَلَى كُرْهٍ فَيَنْبَغِي لَنَا أَنْ نُكْرِهَهَا

“Sesungguhnya orang-orang shalih terdahulu, mereka terbiasa melakukan kebaikan secara spontan/tanpa paksaan, sementara diri-diri kita ini nyaris tidak terbiasa (berbuat kebajikan) melainkan harus dengan paksaan. Karena itu sepatutnya kita memaksa diri kita (agar terbiasa melakukan kebaikan).” (Diriwayatkan oleh Ibnul Jauzi dalam Dzammul Hawa, hal. 47).

Menurut anda, bagaimana halnya dengan kondisi di zaman kita ini?!

Kami meminta kepada Allah Ta’ala dengan nama-nama dan sifat-Nya yang agung untuk memperbaiki agama kami yang merupakan harta kami yang paling berharga, untuk memperbaiki dunia kami yang merupakan tempat kami tinggal, untuk memperbaiki akhirat kami yang merupakan tempat kami kembali, dan untuk menjadikan hidup kami sebagai sarana bertambahnya semua kebaikan, dan menjadikan kematian sebagai tempat istirahat dari semua keburukan.

Ya Allah, berikanlah jiwa-jiwa kami ketakwaan dan sucikanlah, Engkau adalah sebaik-baik Dzat yang mensucikannya, Engkaulah pelindung dan penolongnya.

Shalawat dan salam semoga tercurah kepada Nabi kita, Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, kepada keluarga dan sahabatnya.

Baca Juga:

[Selesai]

***

@Kantor Jogja, 22 Shafar 1440/ 31 Oktober 2018

Penerjemah: M. Saifudin Hakim

Artikel: Muslim.or.id

Referensi:

Diterjemahkan dari kitab ‘Asyru qawaaida fi tazkiyatin nafsi, hal. 44-48, karya Syaikh ‘Abdurrazaq bin ‘Abdul Muhsin Al-Badr hafidzahullahu Ta’ala. Diterbitkan oleh Maktabah Itqan KSA, cetakan pertama tahun 1439 / 2018 M.

🔍 Hadits Larangan Mencela, Kesalahan Dalam Shalat Yang Harus Dihindari, Kb Spiral Menurut Islam, Syiah Ghulat, Shalat Dzuhur Hari Ini


Artikel asli: https://muslim.or.id/44421-10-kaidah-dalam-mensucikan-jiwa-bag-12.html